Rabu, 14 Desember 2016

Jadi, kapan kita bertemu?

                Entah angin apa yang membuatku ingin sekali untuk menulis tentang sosokmu yang selama beberapa bulan terakhir mampu mengisi rongga hatiku dan menguasai saraf-saraf di kepalaku ini. Sebenarnya aku enggan untuk mengutarakan semuanya. Bukan. Ini bukan tentang aku yang ingin menyatakan perasaanku padamu. Itu terlalu berbahaya. Aku tidak sebodoh itu. Karena aku belum siap untuk segala kemungkinan yang terjadi. Hanya ada dua kemungkinan, kita semakin dekat atau kita akan jauh. Aku akan bahagia atau akan terluka. Aku belum siap untuk kehilangan semua tentangmu. Aku belum siap untuk menghadapi sikap dingin darimu. Aku belum siap jika suatu hari nanti, aku yang merindukanmu semakin tidak tahu harus berbuat apa untuk menghilangkan kerinduanku padamu. Karena dengan keadaan seperti ini saja, aku masih enggan untuk menyapamu terlebih dahulu. Biarkan saja aku secara diam-diam mendoakanmu dan tidak mengetahui semua kegiatanmu, agar aku semakin rindu akanmu dan terus memikirkanmu. Silahkan saja untuk berlalu-lalang di pikiranku. Kerahkan semua pasukanmu yang selalu menggelitik rongga kepalaku karena mengingatmu. Kamu, pria berkacamata favorit keduaku setelah ayahku, kuberitahu padamu, aku tidak akan mengganggu hari-harimu. Jika ingin melakukan apapun dan dengan siapapun, silahkan saja. Karena, kamu tahu? Penyair dambaanku pernah menegaskan “Jika kita berjodoh, walaupun hari ini dan di tempat ini tidak bertemu, kita pasti akan dipertemukan dengan cara yang lain...” Dan aku percaya akan hal itu.   Jadi, ini tentang... Hmm. Hanya ingin menulis bagaimana munculnya makhluk-makhluk aneh bernama cinta itu bisa ada didiriku. Dan... iya, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih untuk semuanya. Semuanya. Iya, apapun itu. Terimakasih banyak.
                Kamu tahu? Terkadang, aku suka sekali berdiri di depan cermin, berbicara sendiri kepada pantulan diriku tersenyum membayangkanmu, terus menceritakan awal perkenalan dan pertemuan sederhana kita. Kita. Aku dan kamu. Lucu ketika aku mengingatnya kembali. Aku yang memang sudah mengagumimu sejak duduk di bangku SMA, tak menyangka bahwa kita bisa seperti saat ini. Bukan. Bukan kita yang memiliki hubungan secara resmi. Tetapi, kita yang bisa seakrab ini. Untuk bisa mengenalmu saja aku sudah bersyukur. Ah, cerita ini terlalu membuatku bingung untuk memulai dari mana. Kamu yang membuatku bingung. Terlalu banyak hal yang ingin kuceritakan disini. Tapi, sepertinya tidak perlu. Biarkan ini menjadi konsumsi pribadiku saja. Biarkan setiap momen yang aku alami bisa membuatku tersenyum terus. Untukmu, terimakasih sudah membuatku menjadikan sosokmu itu sebagai obat yang aku butuhkan... selalu. Bisa kita bertemu? Aku butuh obatku...
                Apakah aku perlu menjelaskan secara rinci bagaimana aku bisa menyukaimu? Haruskah aku menjelaskan bahwa aku sangat bahagia bisa mengenalmu? Haruskah aku menjelaskan betapa sosokmu begitu mempengaruhi kehidupanku? Haruskah aku menjelaskan pada dunia, bahwa aku ingin sosokmu ada dalam hidupku? Menjelaskan pada semua ciptaanNya bahwa sosokmu itu begitu mengagumkan? Menjelaskan bagaimana setiap api semangatmu juga ikut membakar semangat dalam diriku? Menjelaskan secara detail bagaimana caramu membuatku tersenyum simpul ketika berbicara di dunia maya itu? Menjelaskan bagaimana kau bisa mengubah hariku menjadi lebih baik, ketika namamu muncul di salah satu media sosial yang terhubung denganku? Menjelaskan bagaimana kau bisa masuk dalam hati dan pikiranku? Haruskah aku menjelaskan mengapa namamu sudah kusebutkan dalam setiap doaku? Haruskah aku menjelaskan apa yang aku rasakan ketika kau mulai menceritakan ada perempuan lain yang merenggut perhatianmu? Haruskah aku menjelaskan bagaimana aku selalu memanggil namamu setiap malam karena aku ketakutan, berharap kau mendengarnya dan bisa hadir disampingku? Haruskah aku menjelaskan betapa inginnya aku untuk terus berkomunikasi denganmu? Mengetahui keadaanmu? Mengetahui seluruh isi kepala dan hatimu? Haruskah aku juga menjelaskan bagaimana jika rasa rindu mulai menyesak di rongga dadaku dan aku tak tahu apa yang bisa kulakukan? Haruskah aku menjelaskan bahwa aku ingin segera berlari ke tempatmu jika rasa rindu itu tiba-tiba menghinggapi tubuhku? Haruskah aku menjelaskan bagaimana aku begitu khawatir ketika aku tahu kau mulai merasa terbebani dengan semua tugas-tugas kuliahmu dan mulai memaki dirimu sendiri? Haruskah aku menjelaskan padamu, begitu besar keinginanku untuk menemanimu saat aku tahu kau begitu lelah dan mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa virus-virus jahat itu mulai menggerogoti tubuhmu? Haruskah juga aku menjelaskan betapa aku sungguh sangat tidak suka dengan gaya hidupmu yang mulai menerima kopi sebagai teman jika tubuhmu lelah? Haruskah aku menjelaskan bagaimana-bagaimana yang lainnya?? Haruskah aku menjelaskan betapapun kita sudah tinggal di kota yang sama, tetapi sampai sekarang satu pertemuan pun tak kunjung menghampiri? Mungkin, tidak perlu. Cukup satu hal yang harus kau tahu, sayang... Aku hanya rindu. Aku hanya ingin bertemu. Dengan bertemu, lihat mataku, dan kau akan tau semua jawaban dari segala pertanyaan yang butuh penjelasan itu.
Kamu tahu? Bahkan sampai detik ini, aku masih sering tersenyum sendiri betapa sosokmu begitu kukagumi dan ingin kudekati bahkan kumiliki. Terlalu egois sepertinya. Tidak, tidak. Aku tidak akan jadi perempuan egois, perempuan yang melarangmu untuk dekat pada siapapun, aku tidak seperti itu. Mungkin. Aku pun tidak menjamin akan hal itu sebenarnya. Mengenalmu saja sudah lebih dari cukup bagiku. Aku hanya ingin tahu, apakah aku pernah singgah dipikiranmu? Pernah menjadi orang yang kau harapkan untuk bertemu? Pernahkah kau merasakan sama seperti yang aku rasakan? Kamu pernah rindu aku?
Aku menulis ini tujuannya seperti yang sudah aku utarakan tadi, hanya ucapan terimakasih. Kamu, terimakasih sudah datang disaat yang tepat. Terimakasih sudah memulihkan hatiku. Terimakasih sudah mampu mengubah hidupku.  Terimakasih sudah mau menjadi penyemangat dalam setiap masalahku. Terimakasih sudah bisa membuatku tersenyum. Terimakasih selalu hadir disaat tak terduga. Terimakasih sudah memenuhi seluruh isi kepalaku. Terimakasih sudah membuat aliran darahku mengalir dengan lancar. Terimakasih sudah memberikan semangat untuk menggapai cita-citaku dan bisa sampai di kota yang sama denganmu. Selamat! Kamu berhasil membuat aku jatuh dipelukanmu. Untuk itu, aku juga harus bisa membuatmu jatuh dipelukanku. Terlalu kasarkah? Tidak. Ikuti saja alurnya. Aku sendiri masih bingung kenapa aku harus dipertemukan denganmu? Aku percaya, pasti ada suatu maksud dari ini semua. Ini bukan khayalan semata. Ini fakta. Ini nyata. Ini bukan karangan hasil pemikiran para penulis tersohor di dunia ini. Aku menyanyangimu. Aku suka caramu. Aku suka waktu bersamamu. Aku suka semua tentangmu. Aku suka caramu untuk menenangkanku. Aku suka caramu menghiburku. Aku suka dengan semua tingkah anehmu. Aku suka dengan sikapmu yang justru membuat emosiku meningkat, tetapi kau berhasil untuk menggodaku tersenyum lagi. Aku suka dengan semua kejadian tak terduga denganmu. Aku suka perdebatan denganmu. Aku suka dengan percakapan kita. Aku suka pemikiranmu. Aku. Suka. Kamu.
Harapanku terlalu tinggi. Yang ada dalam pikiranku, tulisan ini bisa kamu temukan dan kamu baca dalam waktu senggangmu ketika kamu penat dengan semua tuntutan hidup, tersenyum ketika membaca ini semua, dan memiliki keinginan untuk segera bertemu dengan perindumu ini. Boleh aku tertawa? Tidak mungkin kan ya? Turunkan sedikit khayalan mu, perindu! Aku berdoa, dengan cara apapun Tuhan sampaikan rasa rinduku untukmu. Karena aku sendiri tak tahu dengan cara apalagi aku bisa mengungkapkannya. Yang aku tahu, pencipta ku mampu melakukan apapun diluar daya pikirku. Bukankah pencipta kita sama? Berarti aku bisa sedikit berharap bahwa rasa rinduku bisa sampai tepat padamu, bukan? Semoga!
 Lagi-lagi aku menulis ini dengan perasaan rindu yang semakin menggerogoti tubuhku. Tadi malam, kamu tahu? Aku sempat terlelap dalam tidurku. Kemudian terbangun karena mimpi buruk yang menghantuiku. Terlalu berlebihan memang jika kukatakan bahwa kata pertama yang kusebutkan itu adalah namamu... Aku teringat kejadian kemarin malam, ketika kamu yang menenangkanku saat ketakutan menghinggapi hidupku. Kala itu, aku sedikit bingung, entah jenis minuman apa yang kau minum, sehingga bisa melakukan hal seperti itu. Kita yang seperti biasa, selalu saja berdebat akan hal apapun, kelihatan berbeda dengan caramu yang satu ini. Dan aku semakin suka denganmu. Kamu bodoh atau aku yang bodoh, sih? Dan semalam, aku kembali ketakutan, dan memanggil namamu kembali. Iya. Namamu. Bodohnya, itu sia-sia. Tentu saja kau tidak akan datang dan menenangkan ku secara langsung. Cukup sudah aku untuk semua ketakutan ini. Aku tahu, kamu merasakannya juga. Aku bisa merasakannya. Tenanglah. Aku baik-baik saja disini.
Semoga rasa rinduku ini bisa terobati dengan sesegera mungkin. Bagaimana pun caranya, pasti akan ada saatnya kita bertemu di waktu yang tepat. Aku akan menunggu kejadian itu. Bolehkah aku bertanya sesuatu? Apakah kau juga rindu aku? Semoga rinduku juga menjadi rindumu. Terlalu banyak kata ‘semoga’ untukmu. Aku rindu... Kapan kita bertemu? Terimakasih untukmu, yang kurindukan. Jangan terlalu sering meminum teman barumu itu, jika lelah, aku disini, bersamamu, menunggu kabarmu, menanti sapaan hangatmu, dan akan menemanimu dalam menggapai semua impianmu...
                                                                            Perindumu yang merindukan obat rindunya.

                

Kamis, 10 Maret 2016

Hai ibukotaku! Aku rindu kamu.

Apa kabar kamu, Pangeran (ku)?
Sudah empat bulan lamanya aku berjuang sendiri untuk tetap bisa berdiri tegap dengan mata yang penuh kasih sayang setiap bertemu dengan mu dalam kondisi apapun bahkan saat kamu sedang bersama kekasihmu itu. Empat bulan mungkin waktu yang sebentar bagimu. Bagiku? Tak perlu kujabarkan semuanya. Aku tahu apa yang aku lakukan ini memang semuanya palsu. Aku selalu berusaha untuk tetap tersenyum saat kamu masih terus menggodaku dengan guyonan lucu andalan mu. Padahal yang sebenarnya, bagian terdalam dan bagian paling dasar dari tubuhku ini sedang menangis. Menangis karena mengapa kau masih terus mengusik kehidupanku? Kenapa kamu masih peduli dengan keadaanku. kenapa kamu masih terus menghiburku saat kamu melihatku diam seribu bahasa? Kenapa kamu masih mau menatap mataku? Kenapa kamu masih terus memanggil namaku? Apa pentingnya aku dalam hidupmu? Tak tahu kan kamu? Hal semacam ini yang paling aku takutkan. Hal semacam ini yang paling aku benci. Hal semacam itu yang akan terus melukai ku. Melukai hatiku. Melukai tubuhkn. Aku semakin tersiksa dengan semua hal kecil yang kamu lakukan padaku. Padahal aku sudah berjanji pada alam, bahwa aku akan melupakanmu secepat mungkin. Tapi apa yang terjadi? Semua diluar dugaan ku. Kamu terus menjadi hantu dalam hidupku. Dan. Pangeran (ku),ada hal yang perlu kamu ketahui. Aku sangat terbantu jika kamu memang benar-benar menghilang dari dunia ku. Sungguh. 
Hampir setiap malam, suara merdu dari Nona Adele ini terus kubiarkan mengalun dalam ruangan tertutupku ini. Kubiarkan memenuhi kepalaku, membiarkannya mengalun disana sembari memutar kejadian singkat yang kita, di ralat, antara aku dan kamu yang dulu pernah terjadi, menyesakkan rongga dadaku, membiarkan dinginnya malam menyentuh kulitku, membiarkan air mata itu menari dipipiku. “Hold me like I’m more just a friend”... Terus berputar, berputar, dan membiarkan kalimat itu terus menetap disana. Aku masih teringat hari dimana kamu sudah merubah status lajang mu menjadi memiliki hubungan terikat dengan seorang gadis. Aku baru sadar bahwa satu hari sebelum kejadian itu merupakan malam terakhirku untuk berjuang mendekatimu. Dan jika aku tahu itu malam terakhirku, aku hanya ingin memintamu memelukku sebagai teman. Membiarkan aku mendekap erat tubuhmu untuk kubiarkan pergi dari hidupku.Ya, sebagai temanmu. Temanmu yang selalu siap untuk mendengarkan keluh kesahmu. Jika ada orang yang bertanya sampai kapan aku akan seperti ini? Maka jawaban ku sederhana saja. “Sampai dia benar-benar pergi dariku.” Kenapa? Ada yang salah? Tidak. Tidak ada yang salah dengan jawaban itu. Jika kalian berpikir aku akan semakin depresi jika dia benar-benar pergi, maka kalian salah besar. Sudah aku tegaskan di awal bukan? Aku sungguh berterimakasih jika dia pergi dari hidupku. Karena tidak akan ada lagi yang mampu mengusik kehidupanku. Tidak ada lagi wujud yang perlu kurindukan kehadirannya. Yakin? Pasti kalian juga bilang itu. Aku pun sebenarnya tak yakin dengan jawabanku itu. Mungkin aku sudah gila saat ini. Aku pun tak mengerti lagi dengan semua ini. Aku lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan semua omong kosong ini. Aku lelah dengan semua bentuk kepalsuan ini. Aku lelah menjadi yang bukan diriku. Aku lelah untuk terus telihat baik-baik saja di depanmu. Aku lelah dengan semua persoalan ini. Aku lelah dengan semua kejadian bodoh ini. Aku hampir saja menjadi gadis abnormal karena ini. 
Ohiya, apa kabar kamu? Jangan terlalu serius baca tulisan bodoh ini. Aku lupa. Aku yakin bahwa tulisan ini pasti tidak akan pernah terjamah olehmu, bukan? Sudah kupastikan keadaanmu baik-baik saja. Kesehatan mu semakin baik, jadwal makan kamu juga sudah mulai teratur, aku sudah tidak menemukan kantung mata yang biasanya bertengger di mata kamu karena jadwal tidur kamu juga sudah teratur. Luar biasanya pengaruh gadis pujaanmu terhadap kehidupanmu. Seandainya kamu itu milikku, aku juga akan melakukan hal yang sama sepertinya. Aku akan membuat keadaan mu baik tanpa tekanan. Aku akan menjagamu layaknya kamu menjagaku. 
Jika aku bertemu dengannya,aku ingin mengucapkan terimakasih untuk gadismu itu. Terimakasih karena mau menjaga dan mengurusmu dengan kasih sayangnya. Teruslah seperti itu. Sampaikan padanya bahwa kamu akan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan padamu. Jangan buat dia kecewa. Jangan buat dia menangis. Jangan buat hidupnya sama seperti hidupku yang rapuh. Jangan hancurkan hatinya. Biarkan hatinya tetap utuh. Karena sekali retak, akan tetap retak dan takkan pernah utuh lagi. Walau sudah diperbaharui berkali-kali, tetap akan terlihat cacat. Kalian serasi. Yang satu ganteng wajahnya bagaikan hasil pahatan seniman terkenal dan yang satu lagi cantik, anggun layaknya putri dari kerajaan ternama di dunia ini. Katanya kalian mirip. Iya memang kalian mirip. Kalian cocok kok. Aku senang melihat kalian ketika jalan bersama. Aku senang ketika kalian makan bersama. Karena yang aku tahu kamu tidak pernah makan siang tepat waktunya. Jadi aku bersyukur jika kamu sekarang makin berisi. Hehehe. Sekali lagi kuucapkan terimakasih pada gadis pujaanmu itu. 
Lantas yang menjadi pertanyaan besar bagiku, kenapa kamu masih peduli dengan keadaanku. aku bisa melihat sorot mata mu yang bertanya-tanya jika aku diam. Apa pentingnya tingkah konyol yang kulakukan tanpa memakai otak itu? Apa ada yang salah jika aku diam? Kamu selalu berhasil untuk membuatku tertawa. Kamu selalu berhasil membuat emosi ku stabil kembali. Tapi kenapa? Apa alasan kamu melakukan itu semua? Apa yang menjadi alasan mu untuk tetap peduli padaku? Jawabannya. Karena aku adalah temanmu. Jawaban sederhana namun terkesan menyakitkan. Iya. Sebatas teman. Tak lebih dari teman. Apa salahnya peduli dengan teman, bukan? Haha. Iya. Kamu benar. Benar sekali. Kita ini teman. Sahabat. Aku paham itu. 
Maafkan atas sikap dinginku selama ini. Maafkan atas sikap tidak peduli ku pada kehidupan sekelilingku. Maafkan aku yang sering mengabaikan panggilanmu. Maafkan atas semua sikapku padamu... Lihatlah. Dalam keadaan seperti ini, aku masih tetap mengalah untuk meminta maaf padamu, te-man. Karena aku sedang berusaha keras untuk tidak mengejarmu lagi. Untuk tidak berlari lagi, karena aku sudah kalah. Susah rasanya untuk membiarkan kaki ini diam di tempatnya. Ingin terus berlari. Tapi apalah daya gadis bodoh seperti ku ini. Aku yang seharusnya dari awal menolak segala magnet-magnet dari tubuhmu, agar aku tak terjerumus ke hal yang salah. Aku yang salah. Aku akan terus menyalahkan kebodohan ku.Padahal sebenarnya tidak ada yang salah disini. Hanya aku yang terlalu berlebihan. 
Sudah lama tidak menulis tentang mu. Aku merindukanmu. Iya. Merindukan mu. Wujud mu dan wujud ku yang sebenarnya. Aku merindukan mu. Sampai bertemu di universitas yang akan aku dan kamu tuju. Aku masih tetap mencintaimu sama seperti aku mencintai ibukota, karena kamu akan terus menjadi ibukota di hatiku. Sampai bertemu di ibukota, Sobat! Panggilan baru dari aku untuk kamu. Sobat terdengar lebih baik mungkin. Aku menyayangimu, Tuan, Ibukota-ku, Pangeran-ku. Maafkan aku yang terlalu lancang dengan semua ini. Sekali lagi, Aku rindu kita yang tertunda. 


                                                                Dari salah satu rumah susun                                                                 sederhana yang ada di ibukota.                                                                            Aku sayang kamu.

Selasa, 10 November 2015

Hari bahagiamu, hari terburukku.


            Aku duduk diam, membiarkan aku larut dalam kesedihan ku. Membiarkan kepala ku penuh dengan bayangan tentang kamu. Aku merasa sunyi, padahal sesungguhnya aku sedang berada dalam ruangan yang dipenuhi orang-orang yang sedang merasakan kebahagian (mungkin) dalam dirinya.
            “And I’m feeling so small... And I’m saying goodbye”
            Terdengar samar-samar suara seseorang di belakang sana yang melantunkan lagu tersebut. Seketika itu juga air mata ku jatuh (lagi). Alunan lagu tersebut memang menggambarkan sebuah kesedihan yang mendalam dan semua ketakutan yang akhirnya terjadi dalam kehidupanku; gadis pemujamu ini.
            Sebelumnya, ijinkan aku untuk mengucapkan ‘Selamat ulang tahun kamu; pangerannya orang lain’. Doa dan harapanku sudah diterbangkan oleh angin malam dan (semoga) sampai kepadamu. Mungkin termasuk suatu lelucon bagi mu jika kamu membaca ini. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan pernah terbaca olehmu. Kalaupun kamu membacanya, yang pasti ada dalam benakmu hanya omong kosong belaka. Aku menjaminnya. Semoga kamu semakin sayang kepada ibumu, semakin sayang pada adik perempuan mu, dan juga semakin sayang pada wanita yang saat ini sudah sah sebagai kekasihmu. Aku disini akan tetap senang dengan semua hal yang bisa membuat kamu bahagia. Karena senyum bahagia mu juga menjadi kebahagian tersendiri buatku. Walau sesudah itu, hanya aku dan ruang kamar ku saja yang tahu.
            Semalam, tepat hari ulang tahun mu, hari paling bahagia untuk mu, hari terburuk buat ku. Hari dimana aku harus belajar untuk merelakan kepergian mu dari kehidupanku. Iya. Tepat dihari ulangtahunmu, kamu memutuskan untuk menyatakan perasaan mu pada gadis yang ternyata selama ini kau cintai. Ketika melihat kedatanganmu dari jauh, sejujurnya aku sudah menyiapkan beberapa kalimat yang akan kuucapkan padamu. Namun langkah dan senyum ku terhenti ketika salah seorang temanmu memproklamirkan bahwa kamu  sudah menjadi milik gadis lain. Perlahan senyum yang awalnya berasal dari hati ini memudar dan berubah jadi senyum paksaan. Aku menghentikan langkahku, berjalan mundur dan kembali ke tempat dimana sebelumnya aku berada, takut jika ada yang melihatku menangis.  Dan aku merasa dunia berhenti berputar. Ternyata benar. Kamu benar-benar melakukannya. Kamu. Penyebabnya. Lantas, aku harus apa, disaat kau sedang bahagia seperti itu? Haruskah aku menangis di depan mu? Tak mungkin. Karena tangisan ku di depan mu tak akan bisa mengubah segalanya. Tangisan gadis pemuja mu ini takkan bisa menjadi alasan bagimu untuk memutuskan hubunganmu dengannya. Tangisan gadis yang selalu mendoakan mu ini takkan bisa mengubah keputusanmu itu. Karena aku yakin kau sudah merencanakan ini sejak lama. Terlihat jelas raut kebahagian di wajahmu. Aku yang selalu memuja keagungan bentuk wajahmu takkan sanggup jika harus melihatmu tidak bahagia. Aku yang selalu menyukai sinar mata mu takkan akan sanggup jika harus melihat air mata mu menetes. Aku yang selalu punya impian untuk bisa memeluk tubuhmu, takkan mungkin rela jika harus melihat tubuh mu yang tegap itu tidak memiliki sandaran saat kau sedang lelah. Aku rela jika harus melihatmu menyadarkan kepalamu di bahu gadis yang kau cintai tersebut. Jika itu mampu menghilangkan rasa lelahmu, tak apa. Aku siap untuk melihat segala bentuk tingkah kamu dan gadis pujaanmu. Karena gadis pemuja mu ini hanya akan tetap sebagai pemuja saja dan tidak akan berubah mejadi pujaanmu. Aku rela jika harus melihatmu tertawa karena tingkah gadis pujaanmu itu. Aku rela jika harus melihatmu menggandeng erat tangan mungil gadis itu. Aku akan tetap tersenyum jika kamu bertanya hal apa pun padaku. Aku akan tetap memamerkan wajah terbaikku agar kau tidak tahu bahwa sebenarnya ada hati yang terluka karena mu. Bukan. Bukan karena mu. Tapi karena ku yang sudah terlalu jauh mengkhayalkan mu. Aku yang sudah terlalu menganggap berlebihan semua perhatianmu. Aku sudah beranggapan bahwa tatapan mata elang mu itu sudah aku miliki. Salahku. Lihatlah, dalam keadaan seperti ini pun aku masih tetap menyalahkan diriku sendiri. Dan tidak akan pernah menyalahkan kamu, pemilik hati ini dan penghancur hati ini. Sesakit ini kan jatuh cinta? Bukan. Lebih tepatnya jatuh hati. Iya. Harus sesusah inikah melawan rasa sakit ini? Lalu, apa yang harus ku lakukan saat ingatan tentang kamu. bukan! tapi tentang kita, tiba-tiba melintas di pikiran ku? Saat aku merindukan percakapan sederhana kita? Saat aku rindu dengan segala godaan kecil yang kau lakukan padaku? Saat aku rindu untuk menatap mata mu? Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Cuma  air mata yang akan membasahi pipi ini.
            Tuan, aku hanyalah gadis pemujamu yang tak akan pernah kau ketahui bagaimana kabarnya dan keadannya. Dan takkan pernah kau tanyakan bagaimana kabarku dan hari-hari yang kujalani. Aku hanyalah gadis pemuja mu yang juga tak akan pernah kau ketahui sebesar apa rasa sayang yang dimilikinya pada mu, Tuan. Kau juga tidak akan pernah tahu bahwa ada sosok pemuja mu yang selalu rela membawa nama mu dalam setiap barisan doa yang diucapkannya. Kau juga tidak akan pernah tahu bahwa aku yang rela menunggumu selama ini namun dikecewakan begitu saja. Beruntungnya gadis yang memiliki karya Tuhan dengan pahatan wajah seperti mu ini. Betapa bahagianya memang jika kedua insan benar-benar saling mencintai; tidak seperti aku. Tak perlu khawatir, tenang saja. Aku sudah mulai belajar untuk melupakan mu, walau di awal memang sulit. Aku akan berusaha untuk menghindar dari mu. Aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku akan berusaha untuk tidak berbicara apa pun padamu. Karena aku tahu, sedikit percakapan saja pasti akan mampu meluluhkan hatiku lagi. Tidak. Aku tidak mau gadis pujaan mu menjadi cemburu. Cukup aku saja yang cemburu akan semua ini. Aku akan berusaha untuk menjauh darimu. Karena ini cara yang paling terbaik untuk melupakanmu dan semua tentangmu.
            Untuk kamu, gadis yang menjadi pujaan Tuanku. Tolong, jaga dia dalam hangat pelukanmu. Relakan bahu mu menjadi tempat sandaran dia jika dia lelah dengan semua aktifitasnya. Luangkan waktu mu untuk mendengar semua keluh kesahnya. Berikan jemarimu untuk tetap dalam genggamannya. Biarkan hatimu tetap merasakan kasih sayang yang tulus darinya. Jangan biarkan dia merasa kesepian dalam tidur malamnya. Aku titipkan dia kepadamu. Dia milikmu sekarang.
            Untuk kamu, Tuan. Sudah terlalu banyak hal yang kutuliskan untuk mu. Tak ada lagi yang perlu ku sampaikan padamu. Biarkan saja aku disini, sendiri melawan sepi. Bolehkah aku meminta padamu, Tuan? Permohonan kecil. Untuk sekali saja, bawa aku dalam doamu supaya aku tetap kuat melewati hari-hari ini tanpa mu. Iya tanpamu. Karena mulai besok aku akan menjaga jarak di antara kita berdua. Mulai untuk tidak menggubris semua ocehanmu yang biasanya kuanggap lucu yang mampu membuatku tertawa keras. Tidak memalingkan wajahku jika ada sesuatu hal yang terjadi padamu. Membiarkan saja kemana langkahmu akan pergi. Salahkah aku jika aku tidak peduli padamu lagi? Tidak mungkin salah. Doa yang kau ucapkan pasti tidak akan pernah menyebutkan namaku. Khayalanku selalu saja terlalu tinggi. Sudahlah. Kau bukan milikku. Aku tak berhak untuk menyentuh tubuhmu lagi. Aku tak berhak untuk berharap melihat bola mata, tawa canda, senyuman mu. Aku juga tak berhak untuk mengatur kehidupanmu. Aku pun tak punya kewajiban lagi untuk tetap mencari perhatian darimu. Aku pun perlu melakukan hal konyol di depan mu agar kau tertawa. Aku tidak perlu repot-repot memikirkan mu jika kamu sedang dalam keadaan terpuruk atau sedang sakit. Bukankah begitu Tuan? Sekali lagi, selamat ulang tahun Tuan. Sayangi dia yang sudah kau miliki. Walaupun aku dan kamu sudah punya jarak, tapi yakinlah namamu masih aku sebutkan dalam setiap doaku. Tetap menyediakan tempat di hati ku. Karena kamu cinta pertama aku. Aku janji tidak akan mengusik kehidupanmu lagi Tuan.

Dari gadis pemujamu,

yang tak akan pernah jadi pujaanmu.

Jumat, 23 Oktober 2015

Kenapa selalu kamu?



Ya. Kenapa selalu kamu yang menjadi pusat perhatianku selama ini? Yaa. Kamu yang berbadan tinggi, berkumis tipis layaknya anak lelaki seumuranmu, bermata maut, bersenyum manis, bertingkah konyol, berjiwa musik, bersuara tenor,  yang ingin sekali aku miliki, yang ingin sekali aku peluk dengan erat dan takkan kulepaskan. Idaman...
Aku semakin takut untuk kehilanganmu walau aku tahu benar bahwa kau bukan untuk ku. Bahwa kau bukan milikku. Aku tahu bahwa kau ada tetapi tak bisa ku sentuh. Ku genggam. Ku peluk. Aku hanya bisa melihatmu. Itu pun hanya dari jauh. Lantas, aku harus apa disaat rindu ini semakin menggebu-gebu, disaat malam yang dingin harus kulewati sendiri, berharap untuk kau ada disini, bersama ku, memelukku dengan hangat. Mungkin, dunia imajinasiku terlalu tinggi. Atau mungkin, aku hanya bisa melihat foto mu, yang diam-diam aku simpan di handphone ku. Karena aku sadar, cuma ini yang bisa kulakukan. Aku semakin takut ketika tahun depan akan menjadi tahun terakhir kita untuk bertemu, mengingat bahwa kau ingin sekali berkuliah di fakultas kedokteran terbaik di negara kita ini. Kau ingin sekali memakai alamamater berwarna cerah itu. Tapi apapun itu, aku tetap mendoakan yang terbik buatmu.
Aku semakin tertarik kepadamu, ketika kau berusaha untuk ‘menggoda’ku, membuatku tersenyum lagi saat aku diam seribu bahasa. Berusaha untuk membuat ku tertawa dengan tingkah konyol mu itu. Dengan semua logat batak yang kau ucapkan dengan tampang sok berwibawa. Aku semakin jatuh cinta dengan setiap ucapanmu. Aku semakin jatuh cinta dengan tatapan mata maut mu itu. Aku semakin membawa perasaanku ketika kau menanyakan "apakah ada aku atau tidak", kepada teman-teman yang ada di grup chat itu. Aku semakin merasa senang ketika kau katakan kepada temanku, ‘karena dia aku jadi rajin untuk ngerjain soal’. Gak penting? Tapi bagiku itu penting. Aku semakin jatuh cinta lagi, ketika melihatmu tertawa lepas karena melihatku. Kita sering, tak sengaja bertatapan, lalu tertawa bersama. Aku pun tak mengerti dari apa yang kita tertawakan itu. Tapi jujur itu membuatku bahagia. Aku semakin jatuh cinta padamu, ketika suaramu berubah menjadi lembut ketika berbicara denganku. Untuk apa kau lakukan itu? Sementara disisi lain, aku pernah melihatmu begitu mesranya dengan seorang wanita. Disaat aku melihatmu dengan dia, aku berusaha untuk bertindak biasa saja di depanmu. Dibelakangmu? Hanya aku dan ruangan kamar ku saja yang tahu. Setelah itu, aku mulai berpikir lagi untuk mundur saja secara perlahan. Aku tahu bahwa kau sudah mencintai dan dicintai oleh seorang wanita. Aku sempat khawatir ketika tahu bahwa kau tidak masuk sekolah karena sakit. Tapi ketika aku tahu bahwa ada wanita; teman dekatmu itu, yang juga khawatir denganmu, aku pun perlahan untuk diam saja. Diam namun mendoakanmu. Terus untuk apa semua ini? Karena kenyataannya, aku begitu sulit untuk melepasmu. Begitu sulit untuk membiarkan mu bersamanya.
Awal perkenalan kita mungkin sejak di bangku menengah pertama. Hingga sampai saat ini kita sudah sampai dititik dimana kita harus merancang masa depan kita masing-masing. Sudah lama ya? Ya! Aku pikir setelah kita tamat dari seragam putih biru itu, kita akan berpisah. Nyatanya, kita kembali bertemu. Aku masih ingat ketika, kau sibuk untuk menelpon ku tentang sekolah yang akan kita tuju. Lucu ketika mengingat hal itu. Memang, kita tidak seruangan. Tapi Tuhan izinkan kita kok untuk tetap bertemu. Lantas, kenapa seiring berjalannnya waktu, aku semakin sayang padamu? Apa tujuan Tuhan dibalik semua ini? Kenapa Tuhan ijinkan semua ini? Kenapa juga Tuhan ijinkan aku untuk melihatmu bersamanya? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Aku peduli padamu. Aku rela meluangkan waktuku, untuk menemanimu belajar walau sebenarnya aku sudah terlambat untuk datang ke persekutuan doaku. Padahal, apa gunanya aku menemanimu belajar? Apa gunanya aku duduk di sampingmu kemarin malam, menunggu mu belajar, sedangkan aku bukan milikmu, dan kau bukan milikku? Apa gunanya aku rela pulang malam, demi membantumu memahami materi pelajaran yang tidak kau sukai itu? Karena aku peduli dan sayang sama kamu, aku lakuin hal itu.
Sudahlah. Aku percaya, jika kita selalu dipertemukan dalam hal apapun, mungkin ada rencana yang indah yang sudah dipersiapkan. Mungkin aku harus sabar menunggu mu. Atau mungkin aku akan meninggalkan mu pada saatnya nanti. Biarkan saja kunikmati setiap waktu bersama mu walau aku harus belajar untuk menganggapmu sebagai teman ku saja. Biarkan saja aku untuk menikmati senyuman mu dari jauh, tatapan maut mu itu. Biarkan saja, aku disini diam-diam mendoakan mu. Biarkan saja aku disini, yang selalu khawatir tentang mu ketika aku tahu bahwa kau sedang sakit, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa membawamu dalam doaku. Karena, cinta akan tahu kemana dia harus menetap dan tinggal untuk selamanya. Karena cinta yang butuh perjuangan, akan manis pada akhirnya. Biarkan saja aku untuk menikmati pemandangan mesra kamu dan dirinya. Aku percaya, suatu saat aku akan tahu hasil dari penantianku ini. Aku sabar...


(semangat calon dokter (ku)...) 


Rabu, 08 April 2015

Apa Gunanya CINTA?


Apa itu cinta? Kedengaran begitu tak asing dengan kata itu? Ya. Setiap orang dengan mudahnya mengucapkan kata CINTA. Definisi cinta pun berbeda-beda bagi setiap orang. Bagi ku, Cinta itu nikmat untuk dirasakan, namun sulit diartikan bahkan susah untuk diterima kenyataan. Jenis cinta pun banyak. Namun biasanya cinta dikaitkan dengan hubungan tentang sepasang lelaki dan perempuan. Padahal, cinta bukan hanya sekedar itu!
Aku mengenal apa itu cinta semenjak aku duduk di bangku SMA. Ntah hukum apa yang ada di bumi ini, dimana katanya “jika kamu sudah duduk di bangku SMA, maka kamu akan merasakan cinta”. Sebenarnya cinta sudah dirasakan sejak kita lahir. Aku semakin mengerti apa arti cinta ketika cinta ku tidak berbalas, ketika cinta ku dikhianati, ketika cintaku tak ditanggapi, ketika cinta ku hanya dianggap sebagai perasaan biasa.
Jatuh cinta…
Sering sekali orang bilang “aku jatuh cinta sama dia semenjak aku ketemu dia.” Sama halnya dengan ku. Aku juga sering mengucapkan hal yang menurutku bodoh itu! Apa gunanya jatuh cinta? Sesering mungkin aku jatuh cinta, kenapa semakin sering aku tersakiti oleh cinta? Apa yang salah dengan cintaku? Apa cinta ku ini memiliki kutukan yang tak bias dipatahkan? Kenapa setiap aku menyukai seseorang, ada saja yang menghalanginya? Kenapa?!
Aku menyukainya. Tetapi ternyata, perasaanku hanya dianggap sebagai perasaan biasa. Ya. Awal mula aku menyukai seseorang lelaki yang umurnya diatas ku. Senior. Ntah apa yang ada dipikirannya, sehingga dia hanya menganggapku masih kecil dan belum dewasa. Kucoba untuk tetap menyanyanginya. Sampai suatu ketika, aku merasa sudah muak dengan semua ini. Ingin rasanya aku buang saja semua kata cinta yang selalu menghinggapi di kepala ku ini. Omong kosong apa ini? Kenapa setiap orang yang jatuh cinta, pasti selalu bilang indah. Kenapa aku tidak? Cinta yang seharusnya mengajarkan aku artinya kebahagian. Namun kenapa cinta juga yang mengajarkan aku artinya sakit. Mengajarkan aku kuat. Tegar. Berjuang. Setia. Lantas, apa yang harus kukatakan kepada cinta? Terimakasih? Atau malah memaki hal bodoh semacam cinta?
Aku mulai melupakan semua kenangan ku. Dan menutup pintu hati ku dengan rapat. Cinta yang kuanggap indah, telah mengubah ku menjadi orang yang menganggap cinta itu tidaklah penting! Ketika aku sudah memutuskan untuk menutup hatiku untuk beberapa saat, kenapa cinta bangun kembali? Lelaki dengan senyumnya yang ramah. Senyum itu mampu membuka pintu hatiku sedikit demi sedikit. Aku awalnya hanya menganggap ini hal biasa. Tetapi semakin lama semakin luar biasa. Ya! Tanpa kusadari aku jatuh cinta l a g i. Sial! Cinta yang kuanggap hal bodoh memang mampu membuatku menjadi bodoh.Tapi yang pasti,  Cinta memang anugrah.  Dan cinta bisa datang kapan saja.
Semakin hari aku semakin “bodoh”.  Aku sudah kembali memutuskan bahwa cinta memang indah. Aku menjadi robot yang terus diperintah oleh cinta! Tuanku adalah cinta. Tak peduli lagi dengan masa lalu ku, aku menganggap dia memang menyayangiku. Dan aku juga mencintainya. Lalu, haruskah aku menyesal dengan masa lalu ku? Mungkin aku sudah belajar dari masa laluku.
Dan ternyata, aku salah. Plak! Seperti digampar dengan keras oleh preman pasar, ketika melihat orang selama ini kau anggap menyayangimu sedang duduk bersama dengan seorang wanita. Patah hati. Patah hati menghasilkan air mata. 2 kali sudah cinta mengajarkan aku untuk tetap kuat! Lalu, selama ini aku dianggap apa?!
Ntahlah. Sekarang apa gunanya cinta? Jika cinta hanya mengajarkan mu untuk tetap kuat, untuk tetap tegar, untuk tetap bahagia, lalu kenapa cinta juga yang membuatmu menangis? Salahkah aku menyukai seseorang? Salahkah aku jatuh cinta? Tak bisakah aku merasakan kebahagian dari cinta?
Setahun sudah aku menutup diri. Membiarkan isi kepalaku dengan segala macam pertanyaan yang terus menghantui ku. Setiap hari aku selalu berbicara dengan diri ku sendiri. Setiap hari aku selalu bertanya kepada setiap orang tentang cinta. Terkadang aku tertawa sendiri dengan jawaban yang tak masuk diakal ku. Ya! cinta itu mematikan!
Kembali cinta ku alami, ketika aku kembali bertemu dengan orang yang ku kenal sejak kecil. Betapa kagumnya aku melihat dia yang sekarang dengan penampilan pertama sedang memakai jas sambil duduk membiarkan jemari tangannya menari diatas tuts piano, setelah tak berjumpa dengannya selama 10 tahun. Siapa yang tak kagum akan hal itu? Lalu, kenapa cinta bangun kembali? Perasaan apa ini? Cinta? Atau hanya kagum? Awalnya aku hanya kagum. Tetapi, rasa cinta lebih besar dari rasa kagumku. Aku sudah trauma dengan segala bentuk cinta. Cinta itu hanya omong kosong! Tapi semakin aku memberikan sugesti semacam ini, semakin sering otak ku membayangkan dirinya. 6 tahun adalah jarak yang tak mungkin untuk sebuah kata cinta. Ya. Umurku dan umurnya terpaut 6 tahun. KENAPA SELALU SAJA ADA HALANGAN AKAN CINTA? Sampai sekarang ini, hanya dia yang selalu kupikirkan. Tak ada yang lain. Apakah umur yang berbeda jauh bisa mematahkan hati ku ini lagi??.
Entahlah. Semakin kau berusaha untuk mematikan cinta, semakin kuat cinta untuk bangun kembali. Karena cinta tak akan pernah mati. Sampai kapan pun. Cinta akan selalu hidup.

Namun sampai kapan cinta akan mematahkan hati ku? Jawabannya. Sampai aku benar-benar menemukan orang yang tepat untuk memperbaiki hatiku dan akan berusaha untuk tetap menjaganya agar tidak patah lagi walau bentuknya sudah tidak utuh lagi. karena pasti ada kepingan yang hilang dari hati tersebut. ;’) 

Kamis, 14 Agustus 2014

THE PIANO GUYS!

Heyhoooo. Ini beberapa coveran dari THE PIANO GUYS. Om Jon sebagai pianist dan Uncle Stevent sebagai cellist. Semoga terhibur yaaaaa! Thankyou...

JUST THE WAY YOU ARE


STORY OF MY LIFE


LET IT GO


TITANIUM


A THOUSAND YEARS


WHAT MAKES YOU BEAUTIFUL


LOVE STORY


O COME EMMANUEL


And the others you can visit this http://thepianoguys.com/thepianoguys/ :)






Minggu, 16 Februari 2014

Eccedentesiast



ECCEDENTESIAST...

noun
Someone who fakes a smile"


"Dia tersenyum, tertawa, ceria, bahagia, tetapi sebenarnya tidak."

 Eccedentesiast adalah hal yang sederhana.
Yang tidak akan kau sadari kedatangannya.

Eccedentesiast adalah hal yang baik, juga buruk.
Yang biasa di-cap sebagai hal negatif, juga positif.

Eccedentesiast adalah sifat refleks.
Yang tidak bisa kau hentikan.

Namun Eccedentesiast bukan sesuatu yang tetap.

Dan tidak ada yang salah menjadi Eccedentesiast, karena itu adalah sebuah pilihan.

Seorang eccedentesiast biasa mengorbankan dirinya. Namun bukan berarti dia senang melakukannya. Kadang kala ia melepaskan sifatnya itu, dan menjadi hilang kendali sama seperti yang lainnya.
Ia tersenyum ketika dirnya dan yang lain bersedih. Ya, dirinya sebenarnya bersedih, namun mengapa?

Eccedentesiast kecil mungkin sering menangis. Namun mungkin tidak pada sembarang tempat. Ia menangis dalam diam, saat tidak banyak orang yang melihat.

Suatu saat ia terjatuh dan terlukalah lututnya, darah mengalir dari lututnya. Ia sendirian saat itu dan tidak ada yang menghampiri untuk menolongnya, namun ia tidak menangis. Niatnya yang hendak memanggil temannya yang lain ia urungkan dan ia pun kembali ke kelasnya sambil menahan sakit. Ia duduk di pojok ruangan menunggu temannya yang lain dalam diam. Beberapa murid telah masuk namun tak ada seorangpun yang menyadari keadaannya, sampai pelajaran selanjutnya pun dimulai. Eccedentesiast kecil masih duduk di pojokan, saat itulah salah satu temannya sadar akan hal itu.
Semua temannya berbalik padanya, ada menanyakan keadaannya, memasang tampang khawatir kepadanya, dan ada yang mendoakannya. Seorang temannya berkata bahwa ia mungkin akan langsung menangis jika itu terjadi padanya dan Eccdentesiast kecil hanya membalasnya dengan senyuman. Saat ia pulang kerumah, rasa sakitnya semakin tidak tertahan. Ia menangis saat itu, saat hanya keluarganya yang melihat.

Pernah suatu saat Eccedentesiast bertengkar dengan saudaranya yang lebih tua, karena ego saudaranya yang terlalu tinggi itu akhirnya Eccedentesiast kecil mengalah. Namun ia segera berlari ke dapur dan menangis disana. Tangisannya saat itu sangat kencang dan membuat ayahnya datang kepadanya. Apa yang kau bayangkan? Apakah kau membayangkan ayahnya itu akan menunduk dan menghibur anaknya yang sedang menangis itu? Tidak. Saat itu ayahnya datang sambil memegangi sapu seperti hendak memukul. Ayahnya menasihatinya habis-habisan sambil sedikit berteriak. Namun bukan berarti ayahnya adalah orang yang jahat. Ya, ayahnya sedang mengajarinya tentang ketegaran walau saat itu Eccedentesiast kecil belum menyadari hal itu. 
Kuat bukan? Ya, dia hanya anak kecil saat itu. Tetapi sampai kapan Eccedentesiast kecil akan tahan terhadap hal itu?

Akhirnya ia pun tumbuh besar. Ia mulai mengetahui banyak hal. Temannya pun menjadi banyak. Ia tumbuh dengan baik. Masa remajanya sangat berwarnya ketika banyak temannya yang senang membagi cerita kepadanya. Eccedentesiast remaja sangat senang jika ia harus memberi saran kepada teman temannya, dan melihat senyuman dari bibir teman temannya itu. Namun tidak hanya hal-hal yang membahagiakan seperti itu yang mewarnai harinya. Ia juga sudah mengenal konflik. Banyak konflik yang harus dihadapinya menjadikan Eccedentesiast remaja semakin sering mengalah. Ya, ia sangat membenci konflik. Sebisa mungkin itu harus dihindarinya.
Semakin dewasa, ia semakin jarang menangis. Saat perpisahan dengan guru dan temannya pun seringkali hanya dia yang tidak menangis. Dia bersedih sama seperti yang lainnya, dia ada di antara teman temannya, mengelus pundak temannya sambil tersenyum. Ya, dia senang melakukan hal itu.
Ada masalah pun seringkali pun dipendamnya. Dia semakin tidak suka memperlihatkan wajah menangisnya di  depan banyak orang, termasuk kedua orangtuanya.

Jadi salahkah menjadi seorang Eccedentesiast? Apakah berarti dia seorang yang munafik, bermuka dua dan yang lainnya? Jika dia tidak menyukainya, mengapa ia tersenyum? Lalu apakah dia seorang yang gila?
 Tidak, dia hanya berusaha membuat dunianya menjadi lebih baik.Tersenyum bukanlah sia-sia. Ia berusaha bangkit dalam dunianya. Karena ia berpikir bahwa kita tidak akan tahu jika mungkin akan ada orang yang tersenyum karena dirinya yang tersenyum. :)