Selasa, 10 November 2015

Hari bahagiamu, hari terburukku.


            Aku duduk diam, membiarkan aku larut dalam kesedihan ku. Membiarkan kepala ku penuh dengan bayangan tentang kamu. Aku merasa sunyi, padahal sesungguhnya aku sedang berada dalam ruangan yang dipenuhi orang-orang yang sedang merasakan kebahagian (mungkin) dalam dirinya.
            “And I’m feeling so small... And I’m saying goodbye”
            Terdengar samar-samar suara seseorang di belakang sana yang melantunkan lagu tersebut. Seketika itu juga air mata ku jatuh (lagi). Alunan lagu tersebut memang menggambarkan sebuah kesedihan yang mendalam dan semua ketakutan yang akhirnya terjadi dalam kehidupanku; gadis pemujamu ini.
            Sebelumnya, ijinkan aku untuk mengucapkan ‘Selamat ulang tahun kamu; pangerannya orang lain’. Doa dan harapanku sudah diterbangkan oleh angin malam dan (semoga) sampai kepadamu. Mungkin termasuk suatu lelucon bagi mu jika kamu membaca ini. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan pernah terbaca olehmu. Kalaupun kamu membacanya, yang pasti ada dalam benakmu hanya omong kosong belaka. Aku menjaminnya. Semoga kamu semakin sayang kepada ibumu, semakin sayang pada adik perempuan mu, dan juga semakin sayang pada wanita yang saat ini sudah sah sebagai kekasihmu. Aku disini akan tetap senang dengan semua hal yang bisa membuat kamu bahagia. Karena senyum bahagia mu juga menjadi kebahagian tersendiri buatku. Walau sesudah itu, hanya aku dan ruang kamar ku saja yang tahu.
            Semalam, tepat hari ulang tahun mu, hari paling bahagia untuk mu, hari terburuk buat ku. Hari dimana aku harus belajar untuk merelakan kepergian mu dari kehidupanku. Iya. Tepat dihari ulangtahunmu, kamu memutuskan untuk menyatakan perasaan mu pada gadis yang ternyata selama ini kau cintai. Ketika melihat kedatanganmu dari jauh, sejujurnya aku sudah menyiapkan beberapa kalimat yang akan kuucapkan padamu. Namun langkah dan senyum ku terhenti ketika salah seorang temanmu memproklamirkan bahwa kamu  sudah menjadi milik gadis lain. Perlahan senyum yang awalnya berasal dari hati ini memudar dan berubah jadi senyum paksaan. Aku menghentikan langkahku, berjalan mundur dan kembali ke tempat dimana sebelumnya aku berada, takut jika ada yang melihatku menangis.  Dan aku merasa dunia berhenti berputar. Ternyata benar. Kamu benar-benar melakukannya. Kamu. Penyebabnya. Lantas, aku harus apa, disaat kau sedang bahagia seperti itu? Haruskah aku menangis di depan mu? Tak mungkin. Karena tangisan ku di depan mu tak akan bisa mengubah segalanya. Tangisan gadis pemuja mu ini takkan bisa menjadi alasan bagimu untuk memutuskan hubunganmu dengannya. Tangisan gadis yang selalu mendoakan mu ini takkan bisa mengubah keputusanmu itu. Karena aku yakin kau sudah merencanakan ini sejak lama. Terlihat jelas raut kebahagian di wajahmu. Aku yang selalu memuja keagungan bentuk wajahmu takkan sanggup jika harus melihatmu tidak bahagia. Aku yang selalu menyukai sinar mata mu takkan akan sanggup jika harus melihat air mata mu menetes. Aku yang selalu punya impian untuk bisa memeluk tubuhmu, takkan mungkin rela jika harus melihat tubuh mu yang tegap itu tidak memiliki sandaran saat kau sedang lelah. Aku rela jika harus melihatmu menyadarkan kepalamu di bahu gadis yang kau cintai tersebut. Jika itu mampu menghilangkan rasa lelahmu, tak apa. Aku siap untuk melihat segala bentuk tingkah kamu dan gadis pujaanmu. Karena gadis pemuja mu ini hanya akan tetap sebagai pemuja saja dan tidak akan berubah mejadi pujaanmu. Aku rela jika harus melihatmu tertawa karena tingkah gadis pujaanmu itu. Aku rela jika harus melihatmu menggandeng erat tangan mungil gadis itu. Aku akan tetap tersenyum jika kamu bertanya hal apa pun padaku. Aku akan tetap memamerkan wajah terbaikku agar kau tidak tahu bahwa sebenarnya ada hati yang terluka karena mu. Bukan. Bukan karena mu. Tapi karena ku yang sudah terlalu jauh mengkhayalkan mu. Aku yang sudah terlalu menganggap berlebihan semua perhatianmu. Aku sudah beranggapan bahwa tatapan mata elang mu itu sudah aku miliki. Salahku. Lihatlah, dalam keadaan seperti ini pun aku masih tetap menyalahkan diriku sendiri. Dan tidak akan pernah menyalahkan kamu, pemilik hati ini dan penghancur hati ini. Sesakit ini kan jatuh cinta? Bukan. Lebih tepatnya jatuh hati. Iya. Harus sesusah inikah melawan rasa sakit ini? Lalu, apa yang harus ku lakukan saat ingatan tentang kamu. bukan! tapi tentang kita, tiba-tiba melintas di pikiran ku? Saat aku merindukan percakapan sederhana kita? Saat aku rindu dengan segala godaan kecil yang kau lakukan padaku? Saat aku rindu untuk menatap mata mu? Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Cuma  air mata yang akan membasahi pipi ini.
            Tuan, aku hanyalah gadis pemujamu yang tak akan pernah kau ketahui bagaimana kabarnya dan keadannya. Dan takkan pernah kau tanyakan bagaimana kabarku dan hari-hari yang kujalani. Aku hanyalah gadis pemuja mu yang juga tak akan pernah kau ketahui sebesar apa rasa sayang yang dimilikinya pada mu, Tuan. Kau juga tidak akan pernah tahu bahwa ada sosok pemuja mu yang selalu rela membawa nama mu dalam setiap barisan doa yang diucapkannya. Kau juga tidak akan pernah tahu bahwa aku yang rela menunggumu selama ini namun dikecewakan begitu saja. Beruntungnya gadis yang memiliki karya Tuhan dengan pahatan wajah seperti mu ini. Betapa bahagianya memang jika kedua insan benar-benar saling mencintai; tidak seperti aku. Tak perlu khawatir, tenang saja. Aku sudah mulai belajar untuk melupakan mu, walau di awal memang sulit. Aku akan berusaha untuk menghindar dari mu. Aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku akan berusaha untuk tidak berbicara apa pun padamu. Karena aku tahu, sedikit percakapan saja pasti akan mampu meluluhkan hatiku lagi. Tidak. Aku tidak mau gadis pujaan mu menjadi cemburu. Cukup aku saja yang cemburu akan semua ini. Aku akan berusaha untuk menjauh darimu. Karena ini cara yang paling terbaik untuk melupakanmu dan semua tentangmu.
            Untuk kamu, gadis yang menjadi pujaan Tuanku. Tolong, jaga dia dalam hangat pelukanmu. Relakan bahu mu menjadi tempat sandaran dia jika dia lelah dengan semua aktifitasnya. Luangkan waktu mu untuk mendengar semua keluh kesahnya. Berikan jemarimu untuk tetap dalam genggamannya. Biarkan hatimu tetap merasakan kasih sayang yang tulus darinya. Jangan biarkan dia merasa kesepian dalam tidur malamnya. Aku titipkan dia kepadamu. Dia milikmu sekarang.
            Untuk kamu, Tuan. Sudah terlalu banyak hal yang kutuliskan untuk mu. Tak ada lagi yang perlu ku sampaikan padamu. Biarkan saja aku disini, sendiri melawan sepi. Bolehkah aku meminta padamu, Tuan? Permohonan kecil. Untuk sekali saja, bawa aku dalam doamu supaya aku tetap kuat melewati hari-hari ini tanpa mu. Iya tanpamu. Karena mulai besok aku akan menjaga jarak di antara kita berdua. Mulai untuk tidak menggubris semua ocehanmu yang biasanya kuanggap lucu yang mampu membuatku tertawa keras. Tidak memalingkan wajahku jika ada sesuatu hal yang terjadi padamu. Membiarkan saja kemana langkahmu akan pergi. Salahkah aku jika aku tidak peduli padamu lagi? Tidak mungkin salah. Doa yang kau ucapkan pasti tidak akan pernah menyebutkan namaku. Khayalanku selalu saja terlalu tinggi. Sudahlah. Kau bukan milikku. Aku tak berhak untuk menyentuh tubuhmu lagi. Aku tak berhak untuk berharap melihat bola mata, tawa canda, senyuman mu. Aku juga tak berhak untuk mengatur kehidupanmu. Aku pun tak punya kewajiban lagi untuk tetap mencari perhatian darimu. Aku pun perlu melakukan hal konyol di depan mu agar kau tertawa. Aku tidak perlu repot-repot memikirkan mu jika kamu sedang dalam keadaan terpuruk atau sedang sakit. Bukankah begitu Tuan? Sekali lagi, selamat ulang tahun Tuan. Sayangi dia yang sudah kau miliki. Walaupun aku dan kamu sudah punya jarak, tapi yakinlah namamu masih aku sebutkan dalam setiap doaku. Tetap menyediakan tempat di hati ku. Karena kamu cinta pertama aku. Aku janji tidak akan mengusik kehidupanmu lagi Tuan.

Dari gadis pemujamu,

yang tak akan pernah jadi pujaanmu.