Aku
duduk diam, membiarkan aku larut dalam kesedihan ku. Membiarkan kepala ku penuh
dengan bayangan tentang kamu. Aku merasa sunyi, padahal sesungguhnya aku sedang
berada dalam ruangan yang dipenuhi orang-orang yang sedang merasakan kebahagian
(mungkin) dalam dirinya.
“And I’m feeling so small... And I’m
saying goodbye”
Terdengar
samar-samar suara seseorang di belakang sana yang melantunkan lagu tersebut.
Seketika itu juga air mata ku jatuh (lagi). Alunan lagu tersebut memang menggambarkan
sebuah kesedihan yang mendalam dan semua ketakutan yang akhirnya terjadi dalam
kehidupanku; gadis pemujamu ini.
Sebelumnya,
ijinkan aku untuk mengucapkan ‘Selamat ulang tahun kamu; pangerannya orang
lain’. Doa dan harapanku sudah diterbangkan oleh angin malam dan (semoga)
sampai kepadamu. Mungkin termasuk suatu lelucon bagi mu jika kamu membaca ini.
Tapi mungkin tulisan ini tidak akan pernah terbaca olehmu. Kalaupun kamu
membacanya, yang pasti ada dalam benakmu hanya omong kosong belaka. Aku
menjaminnya. Semoga kamu semakin sayang kepada ibumu, semakin sayang pada adik
perempuan mu, dan juga semakin sayang pada wanita yang saat ini sudah sah
sebagai kekasihmu. Aku disini akan tetap senang dengan semua hal yang bisa
membuat kamu bahagia. Karena senyum bahagia mu juga menjadi kebahagian
tersendiri buatku. Walau sesudah itu, hanya aku dan ruang kamar ku saja yang
tahu.
Semalam,
tepat hari ulang tahun mu, hari paling bahagia untuk mu, hari terburuk buat ku.
Hari dimana aku harus belajar untuk merelakan kepergian mu dari kehidupanku.
Iya. Tepat dihari ulangtahunmu, kamu memutuskan untuk menyatakan perasaan mu
pada gadis yang ternyata selama ini kau cintai. Ketika melihat kedatanganmu
dari jauh, sejujurnya aku sudah menyiapkan beberapa kalimat yang akan kuucapkan
padamu. Namun langkah dan senyum ku terhenti ketika salah seorang temanmu
memproklamirkan bahwa kamu sudah menjadi
milik gadis lain. Perlahan senyum yang awalnya berasal dari hati ini memudar
dan berubah jadi senyum paksaan. Aku menghentikan langkahku, berjalan mundur
dan kembali ke tempat dimana sebelumnya aku berada, takut jika ada yang
melihatku menangis. Dan aku merasa dunia
berhenti berputar. Ternyata benar. Kamu benar-benar melakukannya. Kamu.
Penyebabnya. Lantas, aku harus apa, disaat kau sedang bahagia seperti itu?
Haruskah aku menangis di depan mu? Tak mungkin. Karena tangisan ku di depan mu
tak akan bisa mengubah segalanya. Tangisan gadis pemuja mu ini takkan bisa
menjadi alasan bagimu untuk memutuskan hubunganmu dengannya. Tangisan gadis
yang selalu mendoakan mu ini takkan bisa mengubah keputusanmu itu. Karena aku
yakin kau sudah merencanakan ini sejak lama. Terlihat jelas raut kebahagian di
wajahmu. Aku yang selalu memuja keagungan bentuk wajahmu takkan sanggup jika
harus melihatmu tidak bahagia. Aku yang selalu menyukai sinar mata mu takkan
akan sanggup jika harus melihat air mata mu menetes. Aku yang selalu punya
impian untuk bisa memeluk tubuhmu, takkan mungkin rela jika harus melihat tubuh
mu yang tegap itu tidak memiliki sandaran saat kau sedang lelah. Aku rela jika
harus melihatmu menyadarkan kepalamu di bahu gadis yang kau cintai tersebut.
Jika itu mampu menghilangkan rasa lelahmu, tak apa. Aku siap untuk melihat
segala bentuk tingkah kamu dan gadis pujaanmu. Karena gadis pemuja mu ini hanya
akan tetap sebagai pemuja saja dan tidak akan berubah mejadi pujaanmu. Aku rela
jika harus melihatmu tertawa karena tingkah gadis pujaanmu itu. Aku rela jika
harus melihatmu menggandeng erat tangan mungil gadis itu. Aku akan tetap
tersenyum jika kamu bertanya hal apa pun padaku. Aku akan tetap memamerkan
wajah terbaikku agar kau tidak tahu bahwa sebenarnya ada hati yang terluka
karena mu. Bukan. Bukan karena mu. Tapi karena ku yang sudah terlalu jauh
mengkhayalkan mu. Aku yang sudah terlalu menganggap berlebihan semua
perhatianmu. Aku sudah beranggapan bahwa tatapan mata elang mu itu sudah aku
miliki. Salahku. Lihatlah, dalam keadaan seperti ini pun aku masih tetap
menyalahkan diriku sendiri. Dan tidak akan pernah menyalahkan kamu, pemilik
hati ini dan penghancur hati ini. Sesakit ini kan jatuh cinta? Bukan. Lebih
tepatnya jatuh hati. Iya. Harus sesusah inikah melawan rasa sakit ini? Lalu,
apa yang harus ku lakukan saat ingatan tentang kamu. bukan! tapi tentang kita,
tiba-tiba melintas di pikiran ku? Saat aku merindukan percakapan sederhana
kita? Saat aku rindu dengan segala godaan kecil yang kau lakukan padaku? Saat
aku rindu untuk menatap mata mu? Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Cuma air mata yang akan membasahi pipi ini.
Tuan,
aku hanyalah gadis pemujamu yang tak akan pernah kau ketahui bagaimana kabarnya
dan keadannya. Dan takkan pernah kau tanyakan bagaimana kabarku dan hari-hari
yang kujalani. Aku hanyalah gadis pemuja mu yang juga tak akan pernah kau
ketahui sebesar apa rasa sayang yang dimilikinya pada mu, Tuan. Kau juga tidak
akan pernah tahu bahwa ada sosok pemuja mu yang selalu rela membawa nama mu
dalam setiap barisan doa yang diucapkannya. Kau juga tidak akan pernah tahu
bahwa aku yang rela menunggumu selama ini namun dikecewakan begitu saja.
Beruntungnya gadis yang memiliki karya Tuhan dengan pahatan wajah seperti mu
ini. Betapa bahagianya memang jika kedua insan benar-benar saling mencintai;
tidak seperti aku. Tak perlu khawatir, tenang saja. Aku sudah mulai belajar
untuk melupakan mu, walau di awal memang sulit. Aku akan berusaha untuk
menghindar dari mu. Aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku akan berusaha untuk
tidak berbicara apa pun padamu. Karena aku tahu, sedikit percakapan saja pasti
akan mampu meluluhkan hatiku lagi. Tidak. Aku tidak mau gadis pujaan mu menjadi
cemburu. Cukup aku saja yang cemburu akan semua ini. Aku akan berusaha untuk
menjauh darimu. Karena ini cara yang paling terbaik untuk melupakanmu dan semua
tentangmu.
Untuk
kamu, gadis yang menjadi pujaan Tuanku. Tolong, jaga dia dalam hangat
pelukanmu. Relakan bahu mu menjadi tempat sandaran dia jika dia lelah dengan
semua aktifitasnya. Luangkan waktu mu untuk mendengar semua keluh kesahnya.
Berikan jemarimu untuk tetap dalam genggamannya. Biarkan hatimu tetap merasakan
kasih sayang yang tulus darinya. Jangan biarkan dia merasa kesepian dalam tidur
malamnya. Aku titipkan dia kepadamu. Dia milikmu sekarang.
Untuk
kamu, Tuan. Sudah terlalu banyak hal yang kutuliskan untuk mu. Tak ada lagi
yang perlu ku sampaikan padamu. Biarkan saja aku disini, sendiri melawan sepi.
Bolehkah aku meminta padamu, Tuan? Permohonan kecil. Untuk sekali saja, bawa
aku dalam doamu supaya aku tetap kuat melewati hari-hari ini tanpa mu. Iya
tanpamu. Karena mulai besok aku akan menjaga jarak di antara kita berdua. Mulai
untuk tidak menggubris semua ocehanmu yang biasanya kuanggap lucu yang mampu
membuatku tertawa keras. Tidak memalingkan wajahku jika ada sesuatu hal yang
terjadi padamu. Membiarkan saja kemana langkahmu akan pergi. Salahkah aku jika
aku tidak peduli padamu lagi? Tidak mungkin salah. Doa yang kau ucapkan pasti
tidak akan pernah menyebutkan namaku. Khayalanku selalu saja terlalu tinggi.
Sudahlah. Kau bukan milikku. Aku tak berhak untuk menyentuh tubuhmu lagi. Aku
tak berhak untuk berharap melihat bola mata, tawa canda, senyuman mu. Aku juga
tak berhak untuk mengatur kehidupanmu. Aku pun tak punya kewajiban lagi untuk
tetap mencari perhatian darimu. Aku pun perlu melakukan hal konyol di depan mu
agar kau tertawa. Aku tidak perlu repot-repot memikirkan mu jika kamu sedang
dalam keadaan terpuruk atau sedang sakit. Bukankah begitu Tuan? Sekali lagi,
selamat ulang tahun Tuan. Sayangi dia yang sudah kau miliki. Walaupun
aku dan kamu sudah punya jarak, tapi yakinlah namamu masih aku sebutkan dalam
setiap doaku. Tetap menyediakan tempat di hati ku. Karena kamu cinta pertama
aku. Aku janji tidak akan mengusik kehidupanmu lagi Tuan.
Dari gadis pemujamu,
yang tak akan pernah jadi
pujaanmu.