Ya. Kenapa
selalu kamu yang menjadi pusat perhatianku selama ini? Yaa. Kamu yang berbadan
tinggi, berkumis tipis layaknya anak lelaki seumuranmu, bermata maut, bersenyum
manis, bertingkah konyol, berjiwa musik, bersuara tenor, yang ingin sekali aku miliki, yang ingin
sekali aku peluk dengan erat dan takkan kulepaskan. Idaman...
Aku semakin
takut untuk kehilanganmu walau aku tahu benar bahwa kau bukan untuk ku. Bahwa kau
bukan milikku. Aku tahu bahwa kau ada tetapi tak bisa ku sentuh. Ku genggam. Ku
peluk. Aku hanya bisa melihatmu. Itu pun hanya dari jauh. Lantas, aku harus apa
disaat rindu ini semakin menggebu-gebu, disaat malam yang dingin harus kulewati
sendiri, berharap untuk kau ada disini, bersama ku, memelukku dengan hangat. Mungkin,
dunia imajinasiku terlalu tinggi. Atau mungkin, aku hanya bisa melihat foto mu, yang diam-diam aku simpan di handphone ku. Karena aku sadar, cuma ini yang bisa kulakukan. Aku semakin takut ketika tahun depan akan menjadi tahun terakhir kita untuk bertemu, mengingat bahwa kau ingin sekali berkuliah di fakultas kedokteran terbaik di negara kita ini. Kau ingin sekali memakai alamamater berwarna cerah itu. Tapi apapun itu, aku tetap mendoakan yang terbik buatmu.
Aku semakin
tertarik kepadamu, ketika kau berusaha untuk ‘menggoda’ku, membuatku tersenyum
lagi saat aku diam seribu bahasa. Berusaha untuk membuat ku tertawa dengan
tingkah konyol mu itu. Dengan semua logat batak yang kau ucapkan dengan tampang sok berwibawa. Aku semakin jatuh cinta dengan setiap ucapanmu. Aku semakin
jatuh cinta dengan tatapan mata maut mu itu. Aku semakin membawa perasaanku
ketika kau menanyakan "apakah ada aku atau tidak", kepada teman-teman yang ada di
grup chat itu. Aku semakin merasa senang ketika kau katakan kepada temanku, ‘karena
dia aku jadi rajin untuk ngerjain soal’. Gak penting? Tapi bagiku itu penting. Aku
semakin jatuh cinta lagi, ketika melihatmu tertawa lepas karena melihatku. Kita
sering, tak sengaja bertatapan, lalu tertawa bersama. Aku pun tak mengerti dari
apa yang kita tertawakan itu. Tapi jujur itu membuatku bahagia. Aku semakin
jatuh cinta padamu, ketika suaramu berubah menjadi lembut ketika berbicara
denganku. Untuk apa kau lakukan itu? Sementara disisi lain, aku pernah
melihatmu begitu mesranya dengan seorang wanita. Disaat aku melihatmu dengan
dia, aku berusaha untuk bertindak biasa saja di depanmu. Dibelakangmu? Hanya
aku dan ruangan kamar ku saja yang tahu. Setelah itu, aku mulai berpikir lagi
untuk mundur saja secara perlahan. Aku tahu bahwa kau sudah mencintai dan
dicintai oleh seorang wanita. Aku sempat khawatir ketika tahu bahwa kau tidak masuk
sekolah karena sakit. Tapi ketika aku tahu bahwa ada wanita; teman dekatmu itu,
yang juga khawatir denganmu, aku pun perlahan untuk diam saja. Diam namun
mendoakanmu. Terus untuk apa semua ini? Karena kenyataannya, aku begitu sulit
untuk melepasmu. Begitu sulit untuk membiarkan mu bersamanya.
Awal
perkenalan kita mungkin sejak di bangku menengah pertama. Hingga sampai saat
ini kita sudah sampai dititik dimana kita harus merancang masa depan kita masing-masing.
Sudah lama ya? Ya! Aku pikir setelah kita tamat dari seragam putih biru itu,
kita akan berpisah. Nyatanya, kita kembali bertemu. Aku masih ingat ketika, kau
sibuk untuk menelpon ku tentang sekolah yang akan kita tuju. Lucu ketika
mengingat hal itu. Memang, kita tidak seruangan. Tapi Tuhan izinkan kita kok
untuk tetap bertemu. Lantas, kenapa seiring berjalannnya waktu, aku semakin
sayang padamu? Apa tujuan Tuhan dibalik semua ini? Kenapa Tuhan ijinkan semua
ini? Kenapa juga Tuhan ijinkan aku untuk melihatmu bersamanya? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Aku peduli
padamu. Aku rela meluangkan waktuku, untuk menemanimu belajar walau sebenarnya
aku sudah terlambat untuk datang ke persekutuan doaku. Padahal, apa gunanya aku
menemanimu belajar? Apa gunanya aku duduk di sampingmu kemarin malam, menunggu
mu belajar, sedangkan aku bukan milikmu, dan kau bukan milikku? Apa gunanya aku
rela pulang malam, demi membantumu memahami materi pelajaran yang tidak kau
sukai itu? Karena aku peduli dan sayang sama kamu, aku lakuin hal itu.
Sudahlah. Aku
percaya, jika kita selalu dipertemukan dalam hal apapun, mungkin ada rencana
yang indah yang sudah dipersiapkan. Mungkin aku harus sabar menunggu mu. Atau
mungkin aku akan meninggalkan mu pada saatnya nanti. Biarkan saja kunikmati
setiap waktu bersama mu walau aku harus belajar untuk menganggapmu sebagai
teman ku saja. Biarkan saja aku untuk menikmati senyuman mu dari jauh, tatapan
maut mu itu. Biarkan saja, aku disini diam-diam mendoakan mu. Biarkan saja aku
disini, yang selalu khawatir tentang mu ketika aku tahu bahwa kau sedang sakit,
tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa membawamu dalam doaku.
Karena, cinta akan tahu kemana dia harus menetap dan tinggal untuk selamanya.
Karena cinta yang butuh perjuangan, akan manis pada akhirnya. Biarkan saja aku
untuk menikmati pemandangan mesra kamu dan dirinya. Aku percaya, suatu saat aku
akan tahu hasil dari penantianku ini. Aku sabar...
(semangat calon dokter (ku)...)
(semangat calon dokter (ku)...)