Kamis, 10 Maret 2016

Hai ibukotaku! Aku rindu kamu.

Apa kabar kamu, Pangeran (ku)?
Sudah empat bulan lamanya aku berjuang sendiri untuk tetap bisa berdiri tegap dengan mata yang penuh kasih sayang setiap bertemu dengan mu dalam kondisi apapun bahkan saat kamu sedang bersama kekasihmu itu. Empat bulan mungkin waktu yang sebentar bagimu. Bagiku? Tak perlu kujabarkan semuanya. Aku tahu apa yang aku lakukan ini memang semuanya palsu. Aku selalu berusaha untuk tetap tersenyum saat kamu masih terus menggodaku dengan guyonan lucu andalan mu. Padahal yang sebenarnya, bagian terdalam dan bagian paling dasar dari tubuhku ini sedang menangis. Menangis karena mengapa kau masih terus mengusik kehidupanku? Kenapa kamu masih peduli dengan keadaanku. kenapa kamu masih terus menghiburku saat kamu melihatku diam seribu bahasa? Kenapa kamu masih mau menatap mataku? Kenapa kamu masih terus memanggil namaku? Apa pentingnya aku dalam hidupmu? Tak tahu kan kamu? Hal semacam ini yang paling aku takutkan. Hal semacam ini yang paling aku benci. Hal semacam itu yang akan terus melukai ku. Melukai hatiku. Melukai tubuhkn. Aku semakin tersiksa dengan semua hal kecil yang kamu lakukan padaku. Padahal aku sudah berjanji pada alam, bahwa aku akan melupakanmu secepat mungkin. Tapi apa yang terjadi? Semua diluar dugaan ku. Kamu terus menjadi hantu dalam hidupku. Dan. Pangeran (ku),ada hal yang perlu kamu ketahui. Aku sangat terbantu jika kamu memang benar-benar menghilang dari dunia ku. Sungguh. 
Hampir setiap malam, suara merdu dari Nona Adele ini terus kubiarkan mengalun dalam ruangan tertutupku ini. Kubiarkan memenuhi kepalaku, membiarkannya mengalun disana sembari memutar kejadian singkat yang kita, di ralat, antara aku dan kamu yang dulu pernah terjadi, menyesakkan rongga dadaku, membiarkan dinginnya malam menyentuh kulitku, membiarkan air mata itu menari dipipiku. “Hold me like I’m more just a friend”... Terus berputar, berputar, dan membiarkan kalimat itu terus menetap disana. Aku masih teringat hari dimana kamu sudah merubah status lajang mu menjadi memiliki hubungan terikat dengan seorang gadis. Aku baru sadar bahwa satu hari sebelum kejadian itu merupakan malam terakhirku untuk berjuang mendekatimu. Dan jika aku tahu itu malam terakhirku, aku hanya ingin memintamu memelukku sebagai teman. Membiarkan aku mendekap erat tubuhmu untuk kubiarkan pergi dari hidupku.Ya, sebagai temanmu. Temanmu yang selalu siap untuk mendengarkan keluh kesahmu. Jika ada orang yang bertanya sampai kapan aku akan seperti ini? Maka jawaban ku sederhana saja. “Sampai dia benar-benar pergi dariku.” Kenapa? Ada yang salah? Tidak. Tidak ada yang salah dengan jawaban itu. Jika kalian berpikir aku akan semakin depresi jika dia benar-benar pergi, maka kalian salah besar. Sudah aku tegaskan di awal bukan? Aku sungguh berterimakasih jika dia pergi dari hidupku. Karena tidak akan ada lagi yang mampu mengusik kehidupanku. Tidak ada lagi wujud yang perlu kurindukan kehadirannya. Yakin? Pasti kalian juga bilang itu. Aku pun sebenarnya tak yakin dengan jawabanku itu. Mungkin aku sudah gila saat ini. Aku pun tak mengerti lagi dengan semua ini. Aku lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan semua omong kosong ini. Aku lelah dengan semua bentuk kepalsuan ini. Aku lelah menjadi yang bukan diriku. Aku lelah untuk terus telihat baik-baik saja di depanmu. Aku lelah dengan semua persoalan ini. Aku lelah dengan semua kejadian bodoh ini. Aku hampir saja menjadi gadis abnormal karena ini. 
Ohiya, apa kabar kamu? Jangan terlalu serius baca tulisan bodoh ini. Aku lupa. Aku yakin bahwa tulisan ini pasti tidak akan pernah terjamah olehmu, bukan? Sudah kupastikan keadaanmu baik-baik saja. Kesehatan mu semakin baik, jadwal makan kamu juga sudah mulai teratur, aku sudah tidak menemukan kantung mata yang biasanya bertengger di mata kamu karena jadwal tidur kamu juga sudah teratur. Luar biasanya pengaruh gadis pujaanmu terhadap kehidupanmu. Seandainya kamu itu milikku, aku juga akan melakukan hal yang sama sepertinya. Aku akan membuat keadaan mu baik tanpa tekanan. Aku akan menjagamu layaknya kamu menjagaku. 
Jika aku bertemu dengannya,aku ingin mengucapkan terimakasih untuk gadismu itu. Terimakasih karena mau menjaga dan mengurusmu dengan kasih sayangnya. Teruslah seperti itu. Sampaikan padanya bahwa kamu akan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan padamu. Jangan buat dia kecewa. Jangan buat dia menangis. Jangan buat hidupnya sama seperti hidupku yang rapuh. Jangan hancurkan hatinya. Biarkan hatinya tetap utuh. Karena sekali retak, akan tetap retak dan takkan pernah utuh lagi. Walau sudah diperbaharui berkali-kali, tetap akan terlihat cacat. Kalian serasi. Yang satu ganteng wajahnya bagaikan hasil pahatan seniman terkenal dan yang satu lagi cantik, anggun layaknya putri dari kerajaan ternama di dunia ini. Katanya kalian mirip. Iya memang kalian mirip. Kalian cocok kok. Aku senang melihat kalian ketika jalan bersama. Aku senang ketika kalian makan bersama. Karena yang aku tahu kamu tidak pernah makan siang tepat waktunya. Jadi aku bersyukur jika kamu sekarang makin berisi. Hehehe. Sekali lagi kuucapkan terimakasih pada gadis pujaanmu itu. 
Lantas yang menjadi pertanyaan besar bagiku, kenapa kamu masih peduli dengan keadaanku. aku bisa melihat sorot mata mu yang bertanya-tanya jika aku diam. Apa pentingnya tingkah konyol yang kulakukan tanpa memakai otak itu? Apa ada yang salah jika aku diam? Kamu selalu berhasil untuk membuatku tertawa. Kamu selalu berhasil membuat emosi ku stabil kembali. Tapi kenapa? Apa alasan kamu melakukan itu semua? Apa yang menjadi alasan mu untuk tetap peduli padaku? Jawabannya. Karena aku adalah temanmu. Jawaban sederhana namun terkesan menyakitkan. Iya. Sebatas teman. Tak lebih dari teman. Apa salahnya peduli dengan teman, bukan? Haha. Iya. Kamu benar. Benar sekali. Kita ini teman. Sahabat. Aku paham itu. 
Maafkan atas sikap dinginku selama ini. Maafkan atas sikap tidak peduli ku pada kehidupan sekelilingku. Maafkan aku yang sering mengabaikan panggilanmu. Maafkan atas semua sikapku padamu... Lihatlah. Dalam keadaan seperti ini, aku masih tetap mengalah untuk meminta maaf padamu, te-man. Karena aku sedang berusaha keras untuk tidak mengejarmu lagi. Untuk tidak berlari lagi, karena aku sudah kalah. Susah rasanya untuk membiarkan kaki ini diam di tempatnya. Ingin terus berlari. Tapi apalah daya gadis bodoh seperti ku ini. Aku yang seharusnya dari awal menolak segala magnet-magnet dari tubuhmu, agar aku tak terjerumus ke hal yang salah. Aku yang salah. Aku akan terus menyalahkan kebodohan ku.Padahal sebenarnya tidak ada yang salah disini. Hanya aku yang terlalu berlebihan. 
Sudah lama tidak menulis tentang mu. Aku merindukanmu. Iya. Merindukan mu. Wujud mu dan wujud ku yang sebenarnya. Aku merindukan mu. Sampai bertemu di universitas yang akan aku dan kamu tuju. Aku masih tetap mencintaimu sama seperti aku mencintai ibukota, karena kamu akan terus menjadi ibukota di hatiku. Sampai bertemu di ibukota, Sobat! Panggilan baru dari aku untuk kamu. Sobat terdengar lebih baik mungkin. Aku menyayangimu, Tuan, Ibukota-ku, Pangeran-ku. Maafkan aku yang terlalu lancang dengan semua ini. Sekali lagi, Aku rindu kita yang tertunda. 


                                                                Dari salah satu rumah susun                                                                 sederhana yang ada di ibukota.                                                                            Aku sayang kamu.